Riwayat serdadu Amerika Serikat bernama Cornelius Reagan ini sungguh mengharukan. Pesawat yang dipilotinya pernah ditembak di langit Jawa pada 1942, semasa Pedang Dunia II.
Sebelum dibekuk serdadu Jepang, Reagen bertahan hidup di hutan Jawa dengan makan buah-buahan dan daging mentah binatang.
Ketika tertangkap Jepang, ia dibui selama lebih dari tiga tahun. Lazimnya kaum interniran zaman itu, ia juga disiksa luar biasa oleh Jepang. Berat badannya sampai turun menjadi tinggal 92 pounds atau 41,7 Kg.
Pekan ini, sebuah lembaga veteran perang di Miami, AS, menghargai pengorbanannya dengan Medali Tawanan Perang, setelah 65 tahun lepas dari penjara Jepang di Jawa dan usianya sudah 95 tahun.
"Saya waktu itu yakin saya akan dapat bertahan, dan pulang," ujar Reagen dalam seremoni pemberian medali itu.
Seraya tertawa lembut, Reagen mengisahkan, saat itu dia dianggap sudah terbunuh karena memang hilang dalam tempo lama. Militer AS pun menganggapnya sudah mati, dan mengabarkan demikian juga kepada ibunya.
Anak tunggal yang lahir di Lexington, Kentucky, itu bergabung sebagai kadet Angkatan Udara AS tahun 1940, setelah lulus Universitas Kenctucky.
Ia masih ingat, pesawatnya ditembak di langit Jawa pada 1 Maret 1942, kemudian mendarat di sawah kawasan pegunungan. Agar bertahan hidup, ia makan buah-buahan dan daging mentah karena dia tak punya korek api. Reagen pun menyelamatkan diri dengan perahu curian.
"Saya berpikir, jika saya menemukan lautan, saya dapat mencuri perahu dan pergi ke Australia," kenangnya.
Tapi apes, penduduk Jawa menemukannya dan menyerahkan kepada Jepang. Padahal, untuk mengelabuhi penduduk, sebetulnya dia sudah sempat berdusta dengan menerangkan bahwa dirinya adalah koresponden media dari Irlandia, negara yang saat itu netral.
Di penjara Jepang, dia disuruh membaca propaganda soal sistem alamat penduduk. Ketika dia menolak, dihajarlah dia atas tuduhan sabotase dan dikirim ke peradilan militer. Akhirnya, dia dinyatakan bersalah dan dihukum seumur hidup untuk menjadi pekerja kasar atau Romusha.
Reagen yang sempat belajar bahasa Jepang dan Belanda selama ditawan, merasa beruntung karena banyak dari sekitar 55 tawanan saat itu divonis hukuman mati.
Setelah divonis, dia dipindah ke sebuah penjara di pantai utara Jawa. Dia disiksa, semisal ditusuk potongan bambu di bawah kuku jarinya serta dipaksa minum air sampai muntah.
Reagen dibebaskan dan diselamatkan oleh tentara Inggris pada September 1945, sebulan setelah Proklamasi Kemerdekaan RI. Ia tetap berdinas di militer sampai pensiun tahun 1961 dan hidup bersama keluarganya di Miami.
Sampai kini, ia mengaku masih sering dihantui kenangan buruk saat jadi tawanan perang itu.
"Ini kisah luar biasa, Pak," ujar Japhet Revira, direktur lembaga peduli veteran perang itu. "Dan mungkin jadi hebat untuk diangkat dalam film."
[Sumber : tribunnews.com]
Sebelum dibekuk serdadu Jepang, Reagen bertahan hidup di hutan Jawa dengan makan buah-buahan dan daging mentah binatang.
Ketika tertangkap Jepang, ia dibui selama lebih dari tiga tahun. Lazimnya kaum interniran zaman itu, ia juga disiksa luar biasa oleh Jepang. Berat badannya sampai turun menjadi tinggal 92 pounds atau 41,7 Kg.
Pekan ini, sebuah lembaga veteran perang di Miami, AS, menghargai pengorbanannya dengan Medali Tawanan Perang, setelah 65 tahun lepas dari penjara Jepang di Jawa dan usianya sudah 95 tahun.
"Saya waktu itu yakin saya akan dapat bertahan, dan pulang," ujar Reagen dalam seremoni pemberian medali itu.
Seraya tertawa lembut, Reagen mengisahkan, saat itu dia dianggap sudah terbunuh karena memang hilang dalam tempo lama. Militer AS pun menganggapnya sudah mati, dan mengabarkan demikian juga kepada ibunya.
Anak tunggal yang lahir di Lexington, Kentucky, itu bergabung sebagai kadet Angkatan Udara AS tahun 1940, setelah lulus Universitas Kenctucky.
Ia masih ingat, pesawatnya ditembak di langit Jawa pada 1 Maret 1942, kemudian mendarat di sawah kawasan pegunungan. Agar bertahan hidup, ia makan buah-buahan dan daging mentah karena dia tak punya korek api. Reagen pun menyelamatkan diri dengan perahu curian.
"Saya berpikir, jika saya menemukan lautan, saya dapat mencuri perahu dan pergi ke Australia," kenangnya.
Tapi apes, penduduk Jawa menemukannya dan menyerahkan kepada Jepang. Padahal, untuk mengelabuhi penduduk, sebetulnya dia sudah sempat berdusta dengan menerangkan bahwa dirinya adalah koresponden media dari Irlandia, negara yang saat itu netral.
Di penjara Jepang, dia disuruh membaca propaganda soal sistem alamat penduduk. Ketika dia menolak, dihajarlah dia atas tuduhan sabotase dan dikirim ke peradilan militer. Akhirnya, dia dinyatakan bersalah dan dihukum seumur hidup untuk menjadi pekerja kasar atau Romusha.
Reagen yang sempat belajar bahasa Jepang dan Belanda selama ditawan, merasa beruntung karena banyak dari sekitar 55 tawanan saat itu divonis hukuman mati.
Setelah divonis, dia dipindah ke sebuah penjara di pantai utara Jawa. Dia disiksa, semisal ditusuk potongan bambu di bawah kuku jarinya serta dipaksa minum air sampai muntah.
Reagen dibebaskan dan diselamatkan oleh tentara Inggris pada September 1945, sebulan setelah Proklamasi Kemerdekaan RI. Ia tetap berdinas di militer sampai pensiun tahun 1961 dan hidup bersama keluarganya di Miami.
Sampai kini, ia mengaku masih sering dihantui kenangan buruk saat jadi tawanan perang itu.
"Ini kisah luar biasa, Pak," ujar Japhet Revira, direktur lembaga peduli veteran perang itu. "Dan mungkin jadi hebat untuk diangkat dalam film."
[Sumber : tribunnews.com]
No comments:
Post a Comment